KARAWANG, TINTAHIJAU.com — Nasib tragis dialami NA (19), seorang mahasiswi asal Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang. Ia menjadi korban pencabulan oleh pamannya sendiri berinisial AS (41), yang kemudian secara paksa menikahinya secara siri dan langsung menceraikannya hanya sehari setelah pernikahan tersebut.
Peristiwa memilukan itu terjadi pada 9 April 2025, beberapa hari usai perayaan Idulfitri. Saat itu, NA berkunjung ke rumah neneknya di Desa Ciranggon, Kecamatan Majalaya, Karawang. Di rumah itu, hanya ada nenek, pelaku AS—yang merupakan adik kandung ayah NA—dan korban sendiri.
Menurut kuasa hukum NA, Gery Gagarin, saat nenek korban keluar rumah untuk suatu keperluan, pelaku memanfaatkan kesempatan tersebut untuk melancarkan aksi bejatnya. “Pelaku sempat berjabat tangan dengan korban, lalu korban mendadak tak sadarkan diri seperti dihipnotis. Setelah itu, pelaku membawa korban ke kamar dan mencabulinya,” terang Gery, Rabu (25/6/2025), di Karawang.
Tak lama berselang, sang nenek kembali dan memergoki perbuatan pelaku. Ia segera meminta bantuan warga sekitar untuk menggiring pelaku ke Polsek Majalaya.
Namun, ironisnya, proses hukum tak berjalan sesuai harapan. Di kantor polisi, keluarga korban justru mendapat tekanan untuk berdamai. Dengan dalih menjaga nama baik keluarga dan desakan tokoh masyarakat, korban dipaksa menikah secara siri dengan pelaku. “Keluarga korban dipaksa membuat pernyataan untuk tidak menuntut pelaku di kemudian hari,” ujar Gery.
Tragedi belum berakhir. Hanya sehari setelah dinikahkan, NA langsung diceraikan dan ditalak tiga. Keluarga korban terus mengalami tekanan dan intimidasi. Bahkan rumah mereka sempat dilempari batu oleh istri sah pelaku yang menyalahkan korban atas kehancuran rumah tangganya.
Kondisi psikologis NA kian memburuk. Ia terpukul dan berniat berhenti kuliah. “Korban sangat terguncang, sementara pelaku masih bebas, bahkan bekerja sebagai guru ngaji dan guru SD berstatus P3K,” kata Gery.
Gery mengaku sudah melaporkan kasus ini ke Polres Karawang, namun laporan ditolak dengan alasan kasus telah “diselesaikan” di Polsek Majalaya. “Ini tidak menghapus unsur pidana. Ini bukan sekadar aib keluarga, ini kejahatan seksual,” tegasnya.
Pihaknya kini meminta perlindungan dan pendampingan dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) serta mendesak Polres Karawang untuk mengambil tindakan hukum.
Sementara itu, Kanit Reskrim Polsek Majalaya, Ipda Sela Seporba, mengonfirmasi adanya aduan kasus tersebut. Ia membantah bahwa Polsek melakukan tekanan. “Justru usulan perdamaian berasal dari keluarga korban, dengan alasan menjaga nama baik,” kata Sela.
Kasus ini menuai sorotan luas dan menjadi cermin bahwa kekerasan seksual dalam lingkup keluarga masih kerap dibungkam atas nama aib dan perdamaian. Banyak pihak kini mendesak agar aparat penegak hukum menegakkan keadilan dan memberikan perlindungan nyata bagi korban.
Sumber: detikcom