Wamenlu Bantah Tarif Resiprokal AS Terkait Keanggotaan Indonesia di BRICS

Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Arif Havas Oegroseno saat ditemui di sela-sela diskusi “ Step-by-Step Journey of EUDR: Burden or Benefit?” bersama Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) di Jakarta, Kamis (3/7/2025). (Sumber: ANTARA/Arnidhya Nur Zhafira)

JAKARTA, TINTAHIJAU.com — Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Arif Havas Oegroseno menegaskan bahwa penetapan tarif resiprokal sebesar 32 persen oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap Indonesia tidak berkaitan dengan keputusan Indonesia bergabung dengan kelompok BRICS.

Pernyataan tersebut disampaikan Arif kepada awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/7/2025). Menurutnya, tarif serupa juga dikenakan kepada sejumlah negara lain yang bukan merupakan anggota BRICS.

“Nggak tuh, karena banyak negara yang bukan BRICS juga kalau saya lihat suratnya, Jepang 24 persen, Korsel 25 persen, Myanmar 44 persen, Laos 48 persen, Afrika Selatan 37 persen, kita 32 persen, Thailand 36 persen, Kamboja 49 persen, Bangladesh 37 persen, Bosnia 35 persen, Tunisia 28 persen, Serbia 37 persen,” papar Arif, dikutip dari laporan jurnalis Kompas TV, Cindy Permadi.

Dengan daftar tersebut, Arif menilai bahwa langkah AS tidak spesifik ditujukan kepada negara-negara BRICS. “Jadi nothing to do with that (tidak ada hubungannya dengan itu),” tegasnya.

Arif juga menekankan bahwa pemerintah Indonesia masih memiliki waktu untuk melakukan negosiasi dengan pihak AS terkait kebijakan tarif tersebut. Ia menyebut bahwa surat resmi dari pemerintah AS memberikan ruang hingga Agustus mendatang.

“Saya sudah konsultasi dengan Pak Airlangga (Menko Perekonomian Airlangga Hartarto), beliau masih di Brasil. Suratnya memberikan ruang sampai Agustus, jadi masih ada waktu untuk negosiasi,” jelasnya.

Lebih lanjut, Arif menepis anggapan bahwa penetapan tarif 32 persen merupakan tanda kegagalan diplomasi Indonesia. Menurutnya, surat yang dikirim AS kepada beberapa negara menggunakan format yang serupa, hanya berbeda dalam besarannya.

“Ini masih berproses, suratnya standar. Saya sudah lihat juga surat AS ke beberapa negara lain, kalimatnya semua sama, tinggal angkanya yang beda-beda,” pungkas Arif.

Sebelumnya, langkah Trump menetapkan tarif resiprokal tinggi terhadap sejumlah negara memunculkan spekulasi terkait arah kebijakan dagang AS menjelang pemilihan presiden. Namun pemerintah Indonesia menegaskan akan terus menjalin dialog konstruktif guna melindungi kepentingan nasional dalam sektor perdagangan internasional.