JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat menyepakati sebuah langkah strategis dalam kerja sama perdagangan melalui Reciprocal Trade Agreement Framework (Kerangka Perjanjian Perdagangan Resiprokal) yang diumumkan secara resmi oleh Gedung Putih, Selasa (22/7/2025) waktu setempat. Perjanjian ini digadang-gadang sebagai tonggak baru dalam memperkuat hubungan ekonomi bilateral kedua negara.
Salah satu poin krusial dalam kesepakatan tersebut adalah kebijakan Pemerintah Indonesia yang membebaskan produk dan perusahaan asal AS dari kewajiban pemenuhan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam sistem pengadaan barang dan jasa nasional.
“Amerika Serikat dan Republik Indonesia sepakat menyusun kerangka perjanjian untuk memperkuat hubungan ekonomi bilateral. Perjanjian ini akan memberikan akses pasar yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi para eksportir dari kedua negara,” demikian pernyataan resmi Gedung Putih dikutip dari laman whitehouse.gov, Rabu (23/7).
Penghapusan Hambatan Non-Tarif
Pembebasan dari ketentuan kandungan lokal merupakan bagian dari komitmen Indonesia untuk mengurangi hambatan non-tarif bagi produk ekspor AS. Selain itu, Indonesia juga akan mengakui sertifikasi FDA untuk alat kesehatan dan farmasi, menghapus persyaratan pelabelan tertentu, serta memberikan pengecualian terhadap regulasi ekspor untuk produk kosmetik dan barang manufaktur asal AS.
Dalam cakupan yang lebih luas, pemerintah Indonesia juga akan menghapus 99 persen hambatan tarif untuk produk industri, pangan, dan pertanian dari AS. Sebagai bentuk timbal balik, AS menurunkan tarif resiprokal menjadi 19 persen atas barang-barang asal Indonesia, berdasarkan Executive Order 14257.
Kedua negara juga sepakat menyusun aturan asal barang (rules of origin) guna mendukung implementasi kesepakatan secara adil dan berimbang. Termasuk pula kerja sama dalam mekanisme penilaian kesesuaian dan penyelesaian isu kekayaan intelektual yang selama ini tertunda.
Kebijakan Berdasarkan Arahan Presiden
Menanggapi kesepakatan ini, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa kebijakan relaksasi TKDN bukanlah respons reaktif terhadap tekanan eksternal, melainkan hasil evaluasi yang telah berlangsung sejak Februari 2025.
“Kami ingin tegaskan bahwa reformasi TKDN bukan karena latah, tidak reaktif, dan bukan karena tekanan. Ini sudah kami mulai sejak Februari 2025, jauh sebelum adanya dinamika yang berkembang belakangan ini,” ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Sabtu (10/5).
Perubahan aturan TKDN juga sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Kebijakan ini merupakan bagian dari arahan Presiden Prabowo Subianto yang mendorong pelonggaran TKDN menyusul kenaikan tarif impor dari AS atas produk Indonesia.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya juga telah menyampaikan rencana relaksasi TKDN dalam sektor Teknologi Informasi Komunikasi (TIK) dan kesehatan sebagai bagian dari proses negosiasi dengan pihak AS.
Penguatan Industri Nasional Tetap Jadi Prioritas
Meskipun terdapat pelonggaran, pemerintah menegaskan bahwa penguatan industri nasional tetap menjadi prioritas utama. Menurut Agus, reformasi TKDN justru bertujuan agar kebijakan tersebut menjadi lebih adaptif, transparan, serta memberikan manfaat optimal bagi pelaku industri dalam negeri.
“Kementerian Perindustrian telah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap implementasi TKDN selama ini. Reformasi ini bertujuan agar kebijakan lebih adaptif, transparan, dan memberikan manfaat optimal bagi pelaku industri dalam negeri,” ujarnya.
Ia juga memastikan bahwa pelaksanaan reformasi akan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk industri, pelaku usaha kecil-menengah, serta lembaga pengawas, agar kebijakan ini berjalan efektif dan tepat sasaran.
Reformasi ini juga akan meliputi perbaikan mekanisme verifikasi, pemberian insentif, serta penguatan pengawasan terhadap pemanfaatan produk dalam negeri di berbagai sektor.
Dengan disepakatinya kerangka perjanjian ini, Indonesia dan Amerika Serikat diharapkan dapat memasuki babak baru dalam hubungan perdagangan yang lebih terbuka, kompetitif, dan saling menguntungkan.





