OPINI: Haji Indonesia dari Masa ke Masa

Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh umat Muslim yang mampu secara fisik, mental, dan finansial. Bagi umat Islam di Indonesia, haji memiliki makna spiritual sekaligus sosial, karena selain menjalankan kewajiban agama, haji juga menjadi simbol prestise dan status sosial. Sejarah haji di Indonesia telah melalui perjalanan panjang, mulai dari masa awal Islam masuk ke Nusantara, era kolonial Belanda, masa awal kemerdekaan, hingga perkembangan modern di bawah pengelolaan Kementerian Agama dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) saat ini (Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII, 2004).

Pada masa awal masuknya Islam di Nusantara, perjalanan haji dilakukan melalui jalur laut menggunakan kapal layar, memakan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Ulama-ulama awal yang menunaikan haji sering memanfaatkan perjalanan tersebut untuk menuntut ilmu di Mekkah atau Madinah. Aktivitas ini melahirkan jaringan ulama Nusantara yang berperan besar dalam dakwah di tanah air (Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII, 2004).
Memasuki era kolonial Belanda pada abad ke-19, jumlah jamaah haji dari Indonesia meningkat signifikan. Namun, pemerintah kolonial menerapkan regulasi ketat dengan dalih keamanan dan kesehatan, termasuk mewajibkan jamaah memiliki pas haji. Hal ini dipicu oleh kekhawatiran Belanda terhadap potensi penyebaran ide-ide politik Islam yang berkembang di Tanah Suci (Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900–1942, 1996).

Pada masa ini, sejumlah tokoh penting umat Islam Indonesia melaksanakan ibadah haji dan membawa pengaruh besar sepulangnya ke tanah air. KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, menunaikan haji pada tahun 1903 dan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mempelajari pembaruan pendidikan Islam di Mekkah. Pengalaman ini menjadi salah satu inspirasi pembaruan pendidikan dan dakwah Muhammadiyah di Indonesia (Alfian. Muhammadiyah: The Political Behavior of a Muslim Modernist Organization under Dutch Colonialism, 1989).

Tokoh lainnya, KH Fakhruddin, yang juga merupakan salah satu pimpinan awal Muhammadiyah, menunaikan haji dan belajar langsung dari ulama-ulama di Hijaz. Sepulangnya, ia memperkuat gerakan pembaruan Muhammadiyah, khususnya di bidang pendidikan dan pemurnian ajaran Islam (Poesponegoro, Marwati Djoened, & Notosusanto, Nugroho. Sejarah Nasional Indonesia VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia, 2008).

Memasuki era pergerakan kemerdekaan, haji menjadi momentum strategis bagi tokoh-tokoh Islam untuk memperluas wawasan dan jaringan internasional. Buya Hamka, seorang ulama, sastrawan, dan tokoh Masyumi, menunaikan haji pada tahun 1927. Pengalaman spiritualnya di Tanah Suci terekam dalam karya sastra dan dakwahnya yang mendalam. Buya Hamka juga menulis buku Di Lembah Sungai Nil yang menggambarkan perjalanannya ke Timur Tengah, termasuk kisah hajinya (Hamka. Di Lembah Sungai Nil, 1939).

Setelah Indonesia merdeka, pengelolaan haji menjadi tanggung jawab pemerintah melalui Kementerian Agama yang berdiri pada tahun 1946. Pada masa ini, moda transportasi mulai beralih dari kapal laut ke pesawat udara pada tahun 1970-an, yang secara signifikan mengurangi waktu tempuh perjalanan haji dari berbulan-bulan menjadi hanya beberapa jam (Siddiq, Armando. Sejarah Penyelenggaraan Haji Indonesia, 2018).

Era modern ditandai dengan pengelolaan yang semakin profesional. Pada tahun 2017, pemerintah membentuk Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk mengelola dana setoran awal jamaah haji secara produktif, dengan tujuan meningkatkan nilai manfaat bagi jamaah dan keberlanjutan pembiayaan haji. Selain itu, sistem pendaftaran berbasis daring dan penggunaan biometrik di Arab Saudi mempermudah proses administrasi (Kementerian Agama RI. Laporan Penyelenggaraan Ibadah Haji, 2023).

Namun, tantangan tetap ada, seperti antrian panjang akibat keterbatasan kuota haji, biaya yang meningkat, serta isu kesehatan jamaah lanjut usia. Pemerintah terus melakukan inovasi, termasuk program manasik haji sepanjang tahun dan peningkatan kualitas layanan kesehatan di embarkasi maupun di Arab Saudi (Rahman, Fauzi. Manajemen Penyelenggaraan Haji Indonesia, 2021).

Sejarah haji Indonesia mencerminkan dinamika sosial, politik, dan keagamaan bangsa dari masa ke masa. Dari perjalanan panjang menggunakan kapal layar hingga penerbangan langsung ke Jeddah, dari masa regulasi ketat kolonial hingga sistem digital modern, haji tetap menjadi ibadah yang sarat makna. Peran tokoh-tokoh seperti KH Ahmad Dahlan, KH Fakhruddin, dan Buya Hamka membuktikan bahwa haji bukan hanya ibadah individual, tetapi juga membawa dampak sosial dan intelektual bagi masyarakat Indonesia. Ke depan, pengelolaan haji di Indonesia diharapkan terus beradaptasi dengan perkembangan zaman, menjaga nilai-nilai spiritual sekaligus meningkatkan kualitas layanan bagi jamaah (Azra, Azyumardi. Islam Nusantara: Jaringan Global dan Lokal, 2019).

Berdasarkan info yang berkembang ditengah masyararakat tahun 2025 ini merupakan tahun terakhir haji dilayani oleh Kemterian Agama Republik Indonesia, karena mulai tahun depan [enyelenggaran haji Indonesia akan dilaksanakan soleh sebuah badan yang khusus mengurusu Haji yaitu Badan Penyelnggara Haji Indonesia (BPHI), apapaun dan siapapun yang melayani semoga meningkatatkan kualitas pemyelenggaraan haji, sehingga para jamaah nyaman dan tenang sehingga bisa melaksanakan ibadah dengan optimal dan pasca prosesi haji Kembali ketanah air menjadi haji yang mabrur dan menjadi tauladan bagi Masyarakat sekitarnya.

H. Nasrudin, SPdI, SE, MSI, Penulis adalah Dosen Universitas Muhammadiyah dan Petugas Haji Daerah Purworejo tahun 2025