Reza Rahadian Ikut Demo Menolak Revisi UU Pilkada: “Negara Ini Bukan Milik Keluarga Tertentu”

Foto: Aktor Reza Rahardian turut serta dalam demonstrasi menolak pengesahan Revisi UU Pilkada di depan Gedung DPR RI, Jakarta, hari ini, Kamis (22/8/2024). (CNBC Indonesia/Martyasari Rizky)

JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Aktor ternama Indonesia, Reza Rahadian, ikut turun ke jalan dalam aksi demonstrasi menolak revisi Undang-Undang (UU) Pilkada di depan Gedung DPR pada Kamis (22/8). Dalam orasi politik perdananya, Reza menyatakan bahwa negara ini tidak dimiliki oleh keluarga atau kelompok tertentu.

“Ini bukan negara milik keluarga tertentu,” tegas Reza. “Saya miris melihat ini semua,” tambahnya dengan nada prihatin.

Pada kesempatan tersebut, Reza juga turut mengomentari keputusan DPR yang menunda Rapat Paripurna untuk mengesahkan revisi UU Pilkada terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK). “Mudah-mudahan ini yang dilakukan, tidak ada keputusan yang bisa lahir di hari itu,” ungkap Reza, berharap proses ini dapat berjalan dengan bijak.

Reza juga mengimbau massa aksi untuk menjaga ketertiban selama demonstrasi. Ia menegaskan pentingnya menyampaikan aspirasi dengan cara yang damai dan terhormat. “Demo hari ini adalah kesempatan kita menunjukkan bahwa kita bisa menyampaikan aspirasi dengan tertib dan terhormat,” kata Reza.

Meskipun ia dikenal sebagai aktor yang pernah memerankan tokoh BJ Habibie, Reza hadir dalam aksi ini sebagai rakyat biasa. Ia menyampaikan bahwa kehadirannya bukan untuk mewakili pihak tertentu, melainkan untuk menyuarakan kegelisahan banyak orang terhadap situasi yang sedang terjadi.

Aksi tersebut digelar sebagai bentuk penolakan terhadap hasil rapat Panja Baleg DPR pada Rabu (21/8), yang dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi pada Selasa (20/8). Rapat Panja DPR ini dianggap sebagai langkah yang menentang keputusan MK terkait persyaratan pencalonan kepala daerah, terutama dalam hal usia dan ambang batas pencalonan.

DPR, alih-alih mengikuti keputusan MK, justru memutuskan untuk mengubah dua poin dalam revisi UU Pilkada. Pertama, terkait perubahan syarat ambang batas pencalonan pilkada dari jalur partai. Hanya partai yang tidak memiliki kursi di DPRD yang akan terpengaruh oleh perubahan ini, sementara partai yang memiliki kursi di DPRD tetap harus memenuhi syarat 20 persen kursi atau 25 persen suara dalam pemilu sebelumnya, meskipun MK telah membatalkan ketentuan tersebut.

Kedua, mengenai batas usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur. DPR memilih mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA), bukan Mahkamah Konstitusi, dengan menentukan bahwa batas usia calon gubernur dihitung saat pelantikan calon terpilih.

Terbaru, DPR menunda Rapat Paripurna untuk pengesahan Revisi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, karena belum mencapai kuorum kesepakatan di antara pimpinan DPR.

Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari TINTAHIJAU.COM, Klik Disini dan Klik ini