
SUBANG, TINTAHIJAU.com – Belakangan ini, media sosial diramaikan dengan kisah tragis seorang pemuda berusia 20 tahun yang meninggal setelah terkena apa yang dikenal sebagai “sindrom nasi goreng.”
Bagaimana mungkin makanan sehari-hari yang lezat seperti nasi goreng dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan? Mari kita telaah lebih lanjut.
Kasus yang memicu perbincangan ini, sebagaimana dilaporkan dalam sebuah jurnal kesehatan klinis pada tahun 2008, melibatkan seorang mahasiswa berusia 20 tahun yang tragisnya meninggal setelah mengonsumsi spageti.
Spageti tersebut awalnya dimasak, lalu ditinggalkan di lemari es selama beberapa hari, dan akhirnya dipanaskan kembali sebelum dimakan. Sumber masalahnya adalah Bacillus cereus, sejenis bakteri yang memiliki potensi untuk menyebabkan keracunan makanan.
Dalam kasus lain yang didokumentasikan dalam jurnal ilmiah, seorang gadis berusia 11 tahun mengalami kegagalan organ setelah mengonsumsi pasta yang telah dimasak tiga hari sebelumnya. Akibatnya, ia harus menjalani perawatan intensif di unit pediatrik.
Kedua laporan tersebut menyoroti bahaya serius dari keracunan makanan yang disebabkan oleh kontaminasi B. cereus. Bakteri ini dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang serius, terutama jika individu tersebut memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Sindrom nasi goreng atau Fried Rice Syndrome disebabkan oleh Bacillus cereus. Makanan kaya pati seperti nasi dan pasta seringkali menjadi penyebab utama keracunan. Namun, bakteri ini juga bisa menginfeksi makanan lain, termasuk sayuran yang dimasak dan hidangan daging.
Apa yang membuat B. cereus begitu berbahaya adalah kemampuannya untuk menghasilkan struktur tahan panas yang disebut spora. Ini membuat bakteri ini tahan terhadap pemanasan.
Oleh karena itu, meskipun menghangatkan makanan dengan suhu tinggi dapat membunuh banyak jenis bakteri lain, efek yang sama mungkin tidak berlaku jika makanan tersebut telah terkontaminasi oleh B. cereus.
Selain itu, B. cereus juga memiliki kecenderungan untuk melepaskan racun berbahaya ke dalam makanan. Beberapa racun ini sangat sulit dibunuh bahkan dengan pemanasan biasa seperti yang dilakukan microwave.
B. cereus menghasilkan dua jenis racun yang masing-masing dapat menyebabkan penyakit yang berbeda. Salah satunya dapat menyebabkan diare, sementara racun lainnya dapat menyebabkan muntah.
Jenis toksin pertama dilepaskan di usus kecil setelah bakteri masuk ke dalam tubuh, menyebabkan diare, kram perut, dan kadang-kadang mual, namun muntah jarang terjadi. Gejalanya biasanya muncul 6 hingga 15 jam setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi, yang dapat mencakup berbagai jenis makanan seperti daging, susu, sayuran, atau ikan. Gejala ini biasanya mereda dalam waktu sekitar satu hari.
Sementara jenis racun kedua dilepaskan oleh bakteri ke dalam makanan sebelum dikonsumsi. Makanan yang kaya pati, seperti nasi, adalah salah satu sumber utama keracunan ini.
Racun ini menyebabkan muntah dan mual dalam waktu 30 menit hingga 6 jam setelah konsumsi makanan yang terkontaminasi. Namun, gejala ini juga cenderung mereda dalam waktu sekitar 24 jam. Dalam kasus yang parah, keracunan makanan ini bisa berakibat fatal jika tidak ditangani dengan cepat.
Maka dari itu, penting untuk selalu menjaga kebersihan dan keamanan makanan, terutama ketika menyimpan makanan yang telah dimasak. Menghindari makanan yang telah dibiarkan terlalu lama dalam suhu kamar atau suhu panas, serta memastikan makanan dimasak dengan benar dan disimpan dalam kondisi yang aman, dapat membantu mencegah potensi keracunan makanan yang disebabkan oleh Bacillus cereus.
Kesehatan kita adalah aset berharga, dan pencegahan selalu lebih baik daripada pengobatan. Semoga kita semua bisa lebih waspada terhadap potensi bahaya ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
FOLLOW SOCMED:
FB & IG: TINTAHIJAUcom
IG & YT: TINTAHIJAUcom
E-mail: red.tintahijau@gmail.com