Kritik Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM), terhadap gemuknya struktur birokrasi pemerintahan patut menjadi bahan renungan bersama.
Dalam apel pagi di Kantor Bupati Subang, Senin (23/06/2025), KDM menyentil keras pemborosan anggaran negara yang lebih banyak digunakan untuk membiayai struktur dan honorarium, namun abai terhadap pekerja lapangan yang justru menjadi tulang punggung pelayanan publik.
“Anggaran habis untuk membiayai struktur, bukan untuk dampak,” begitu kira-kira pesan utama yang disampaikan KDM. Sebuah sindiran yang menohok, tapi sekaligus relevan di tengah situasi fiskal daerah yang kian ketat, sementara pelayanan publik masih jauh dari kata ideal.
Tidak bisa disangkal, di banyak daerah, birokrasi justru menjadi beban ketimbang solusi. Struktur yang terlalu gemuk hanya melahirkan tumpukan jabatan, rapat-rapat seremonial, dan laporan administratif yang kering makna. Sementara itu, para petugas kebersihan, pengangkut sampah, dan pekerja teknis lainnya harus bertahan dengan insentif minim dan perhatian yang nyaris tak terdengar.
Bandingkan dengan institusi seperti Lanud Suryadarma Kalijati. Dengan anggaran terbatas, lingkungan mereka tertata rapi, personelnya disiplin, dan operasionalnya efisien. Ini menunjukkan bahwa manajemen yang baik tidak selalu bergantung pada besar kecilnya anggaran, melainkan pada kemauan untuk bekerja jujur, terukur, dan berorientasi pada hasil.
KDM bahkan menyebut Vietnam sebagai negara yang patut dicontoh karena berani memangkas birokrasi demi percepatan pembangunan. Mengapa kita tidak belajar dari sana?
Lebih lanjut, dalam konteks pembinaan generasi muda, KDM juga memberi peringatan akan rapuhnya ikatan emosional antara anak dan orang tua akibat paparan gawai dan minimnya pembinaan karakter sejak dini. Ia tidak hanya berbicara, tetapi bertindak langsung melalui pelatihan karakter 50 siswa bermasalah di Subang—bentuk konkret dari kepemimpinan yang tidak hanya duduk di meja, tapi turun ke akar persoalan.
Apa yang dilakukan KDM seharusnya menjadi inspirasi bagi kepala daerah lain: membangun bukan dari atas, tapi dari dasar. Mulai dari yang paling nyata—kebersihan, kedisiplinan, efisiensi, dan moral. Kepemimpinan yang tidak bergantung pada APBD, tapi pada keberanian dan kolaborasi.
Sudah saatnya pemerintah daerah berpikir ulang: Apakah struktur birokrasi kita masih relevan dengan tantangan zaman? Apakah alokasi anggaran kita sudah benar-benar menyentuh yang paling membutuhkan? Apakah ASN kita bekerja karena cinta dan panggilan tugas, atau sekadar menunggu pencairan tunjangan?
Pertanyaan-pertanyaan itu, hari ini, dijawab oleh seorang Gubernur yang memilih memungut sampah sendiri, alih-alih membangun pencitraan. Kini giliran kita yang harus menjawabnya, dengan tindakan.