Fazri, Siswa SD di Pangandaran yang Selalu Sisihkan Makanan Bergizi untuk Neneknya

Siswa SD di Pangandaran menyisihkan makanan MBG untuk neneknya (Foto: Aldi Nur Fadillah/detikJabar)

PANGANDARAN, TINTAHIJAU.com – Di tengah keterbatasan hidup, kasih sayang seorang cucu kepada neneknya tergambar dari tindakan sederhana namun penuh makna yang dilakukan Mohammad Alfazri atau akrab disapa Fazri, siswa SDN 4 Cikembulan, Kecamatan Sidamulih, Kabupaten Pangandaran.

Setiap kali menerima jatah Makanan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah, Fazri selalu menyisihkan sebagian untuk dibawa pulang kepada neneknya, Poniyem (63), yang telah merawatnya sejak ia masih bayi. “Biasanya roti atau camilan dari sekolah dibawa pulang buat nenek,” ujar Fazri dengan polos.

Bagi bocah itu, makanan dari sekolah bukan sekadar bekal, melainkan bentuk kasih sayang kepada satu-satunya sosok yang ia miliki. Sehari-hari, Fazri dan neneknya tinggal di rumah sederhana di Dusun Gembor RT 2 RW 5, Desa Cikembulan. Keduanya hidup dalam keterbatasan, bergantung pada penghasilan Poniyem yang bekerja sebagai buruh serabutan.

“Kadang saya ngarit rumput, kadang bantu di sawah. Yang penting ada uang jajan buat cucu saya,” tutur Poniyem, Senin (3/11/2025). Ia menambahkan, sebelum adanya program MBG, sang cucu kerap berangkat sekolah tanpa sarapan karena keterbatasan ekonomi.

“Dulu sering gak sarapan, kadang cuma minum air aja. Kalau ada uang baru masak,” ungkapnya. Setiap hari, Poniyem hanya mampu memberikan uang saku sekitar Rp4.000 untuk Fazri, yang bahkan sering ditabung oleh sang cucu.

Program Makanan Bergizi Gratis yang dijalankan pemerintah daerah menjadi berkah bagi mereka. Selain membantu memenuhi kebutuhan gizi Fazri, program ini juga meringankan beban ekonomi keluarga kecil tersebut. “Sekarang uang jajan cucu saya jadi awet. Kalau gak dikasih bekal, dia masih bisa makan dari MBG,” kata Poniyem dengan senyum haru.

Fazri dikenal sebagai anak yang rajin dan penurut. Di sela waktu sekolah, ia kerap membantu neneknya di ladang. “Kalau saya ngarit, dia suka ikut, bantu bawa karung,” ujar Poniyem. Meski harus berjalan kaki cukup jauh ke sekolah karena sepeda miliknya rusak, Fazri tetap semangat menuntut ilmu.

Poniyem juga mengisahkan bahwa Fazri telah kehilangan ibunya sejak bayi, sementara ayahnya menyerahkan tanggung jawab pengasuhan kepada dirinya. “Ibunya meninggal waktu dia masih bayi. Saya kasihan, makanya saya yang rawat,” ucapnya lirih.

Di balik kesederhanaan hidup mereka, kisah Fazri dan neneknya menjadi cermin ketulusan dan kasih yang tak lekang oleh kemiskinan. Program MBG bukan hanya memberi gizi bagi anak-anak sekolah, tetapi juga menumbuhkan nilai kemanusiaan—tentang berbagi, berbakti, dan bersyukur dalam setiap rezeki yang diterima.