JAKARTA, TINTAHIJAU.com — Jumlah utang aktif (outstanding) dari layanan pinjaman online (pinjol) berbasis peer to peer (P2P) lending di Indonesia mencapai angka fantastis, yakni Rp 75,44 triliun per Maret 2025. Namun, di balik pertumbuhan pinjaman ini, terdapat persoalan serius: kredit macet yang tercatat mencapai Rp 1,65 triliun, dengan mayoritas berasal dari kelompok usia muda.
Menurut data Statistik Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kelompok usia 19–34 tahun alias generasi milenial dan Gen Z merupakan peminjam dominan sekaligus penyumbang terbesar gagal bayar pinjol.
Total utang dari kelompok usia 19–34 tahun tercatat Rp 37,87 triliun, disalurkan kepada lebih dari 14 juta rekening. Namun, dari angka tersebut, Rp 794,41 miliar masuk dalam kategori kredit macet lebih dari 90 hari (TWP90), dengan jumlah rekening macet sebanyak 467.865 entitas. Rasio gagal bayar kelompok ini mencapai 2,09%.
Sementara itu, kelompok usia 35–54 tahun, yang mencakup milenial lebih tua dan generasi X, memiliki outstanding pinjol sebesar Rp 33,92 triliun. Kredit macet di kelompok ini mencapai Rp 725,26 miliar, berasal dari 264.794 rekening macet, atau setara 2,13% dari total pinjaman di kelompok ini.
Jika digabungkan, total kredit macet dari dua kelompok usia ini mencapai Rp 1,51 triliun, atau setara 91,92% dari total kredit macet pinjol nasional. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa mayoritas gagal bayar pinjol di Indonesia berasal dari generasi milenial, Gen Z, dan sebagian Gen X.
Kondisi ini menunjukkan sisi gelap dari budaya konsumtif digital yang berkembang pesat di kalangan muda, yang tidak selalu diimbangi dengan literasi keuangan yang memadai. OJK dan pelaku industri diharapkan memperkuat edukasi serta pengawasan agar pertumbuhan sektor fintech lending tetap sehat dan tidak menjerumuskan generasi muda ke dalam jebakan utang yang berkepanjangan.
Sumber: detikcom