Menguak Jejak Sejarah Gunung Kuda Cirebon dan Tragedi yang Menggetarkan

CIREBON, TINTAHIJAU.com – Gunung Kuda yang terletak di Desa Cipanas, Kecamatan Dukuhpuntang, Kabupaten Cirebon, baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah terjadinya bencana longsor yang merenggut belasan nyawa pekerja. Di balik tragedi memilukan tersebut, Gunung Kuda ternyata menyimpan sejarah panjang dan nilai geologis yang tak banyak diketahui masyarakat luas.

Menurut pegiat sejarah asal Majalengka, Nana Rohmana atau yang akrab disapa Naro, Gunung Kuda memiliki peran penting dalam perjalanan sejarah Nusantara, khususnya pada masa Kesultanan Cirebon. Nama “Gunung Kuda” sendiri berasal dari kisah para prajurit Kesultanan Cirebon dan Kerajaan Demak yang pada abad ke-16 beristirahat di kawasan ini sebelum menyerang Kerajaan Rajagaluh di Majalengka. Kuda-kuda para prajurit diikat di kawasan tersebut, sehingga akhirnya dikenal sebagai Gunung Kuda.

Peristiwa penyerangan Rajagaluh yang terjadi sekitar tahun 1528 itu menjadi salah satu momen penting dalam penyebaran pengaruh Kesultanan Cirebon di wilayah Jawa Barat. Dengan bantuan pasukan Demak, Cirebon berhasil menaklukkan Rajagaluh, menandai perluasan wilayah kekuasaan Cirebon yang semakin signifikan.

Selain nilai sejarahnya, Gunung Kuda juga memiliki kekayaan geologi yang luar biasa. Pada masa kolonial Belanda, seorang dokter dan ahli paleontologi bernama Von Koenigswald pernah meneliti kawasan ini. Ia menemukan banyak fosil laut yang tersebar di berbagai titik Gunung Kuda, yang membuat kawasan ini dijuluki sebagai ‘lumbung fosil’.

Penemuan tersebut menunjukkan bahwa batuan di Gunung Kuda berasal dari dasar laut purba yang terbentuk jutaan tahun silam. Tak heran jika struktur batunya mengandung unsur kapur dan terasa lebih halus dibandingkan batuan gunung pada umumnya.

Gunung Kuda juga merupakan bagian dari gugusan Gunung Koromong, yang mencakup beberapa gunung kecil seperti Gunung Bendera, Gunung Kerud, dan Gunung Goong. Nama Koromong sendiri merujuk pada bentuk gunung-gunung tersebut yang menyerupai alat musik tradisional gamelan, khususnya gong kecil atau “koromong”.

Namun kini, kejayaan masa lalu Gunung Kuda seolah terkubur oleh kenyataan pahit. Eksploitasi alam yang terjadi selama bertahun-tahun telah mengubah wajah kawasan ini. Tragedi longsor yang menewaskan para pekerja menjadi peringatan keras akan pentingnya menjaga keseimbangan antara pelestarian lingkungan dan aktivitas manusia. Gunung Kuda bukan hanya saksi bisu sejarah, tetapi juga warisan alam yang patut dilindungi.

Tragedi ini seharusnya menjadi momen refleksi bagi semua pihak agar tak melupakan nilai historis dan ekologis yang dimiliki Gunung Kuda. Ke depan, perlu ada upaya konkret untuk melestarikan kawasan ini, baik sebagai situs sejarah, tempat penelitian geologi, maupun sebagai simbol penting dari warisan budaya lokal.

Sumber: detikcom

Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari TINTAHIJAU.COM, Klik Disini dan Klik ini