MKMK Temukan Dugaan Anwar Usman Bohong soal Alasannya Tak Ikut Rapat Putusan Batas Usia Capres

Terkait kronologi ketidakhadiran Anwar Usman dalam RPH, hakim konstitusi Arief Hidayat mengungkapkannya melalui pendapat berbeda (dissenting opinion) dalam putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Arief menyebut bahwa pada tanggal 19 September 2023, 8 dari 9 hakim konstitusi menggelar RPH untuk membahas ketiga perkara tersebut. Namun, Anwar Usman tidak hadir dalam rapat tersebut.

Arief Hidayat menjelaskan bahwa Wakil Ketua MK saat itu, Saldi Isra, menyampaikan bahwa Anwar Usman tidak hadir untuk menghindari potensi konflik kepentingan. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa isu hukum yang diputus dalam perkara-perkara tersebut berhubungan dengan syarat usia minimum untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden, di mana kerabat Anwar Usman berpotensi diusulkan sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam Pemilu Presiden 2024 oleh salah satu partai politik.

Dengan absennya Anwar Usman dalam rapat tersebut, RPH menghasilkan putusan yang konsisten dengan sikap Mahkamah dalam putusan-putusan sebelumnya. MKMK menolak gugatan yang diajukan oleh PSI, Partai Garuda, dan para kepala daerah terkait syarat usia jabatan publik, dengan alasan bahwa itu adalah ranah bagi pembentuk undang-undang, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah.

Namun, dalam RPH selanjutnya, Arief Hidayat mengungkapkan bahwa Anwar Usman memberikan alasan kesehatan sebagai alasan ketidakhadirannya, bukan untuk menghindari konflik kepentingan seperti yang diungkapkan sebelumnya oleh Wakil Ketua MK. Kehadiran Anwar Usman dalam RPH tersebut mengubah pandangan hakim konstitusi secara signifikan, yang akhirnya menghasilkan putusan kontroversial bahwa kepala daerah dan anggota legislatif di semua tingkatan berhak maju sebagai capres-cawapres meski belum mencapai usia 40 tahun. Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 ini membuka peluang bagi Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, untuk mengikuti Pemilu Presiden 2024 meskipun usianya belum mencapai 40 tahun.

Kasus ini menunjukkan betapa pentingnya integritas dan transparansi dalam proses pengambilan keputusan di lembaga-lembaga seperti Mahkamah Konstitusi. Dugaan ketidakjujuran dalam memberikan alasan ketidakhadiran Anwar Usman mengundang pertanyaan tentang etika dan integritas para pejabat publik, terutama dalam keputusan yang sangat penting seperti batas usia calon presiden dan wakil presiden yang akan mempengaruhi masa depan negara. Penyelidikan dan klarifikasi lebih lanjut diperlukan untuk menentukan kebenaran di balik pernyataan yang diberikan oleh para hakim konstitusi.