Megapolitan

Oknum Polisi di Palembang Kabur Usai Tusuk dan Tembak Debt Collector

×

Oknum Polisi di Palembang Kabur Usai Tusuk dan Tembak Debt Collector

Sebarkan artikel ini
Desrummiaty (43) istri Aiptu FN didampingi kuasa hukumnya melaporkan balik debt collector yang terlibat perselisihan dengan suaminya ke Polda Sumsel, Minggu (24/3/2024). (Sumber: Tribun Sumsel/Rachmad Kurniawan)

SUBANG, TINTAHIJAU.com – Seorang anggota polisi di Palembang, yang diidentifikasi sebagai Aiptu FN, telah menjadi sorotan setelah kabur ke rumah orang tuanya setelah melakukan serangan terhadap dua debt collector di sebuah parkiran mal Mal PSX di Jalan Pom IX, Kota Palembang, Sumatra Selatan, pada Sabtu (23/3/2024). Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan (Kabid Propam) Polda Sumsel, Kombes Pol Agus Halimudin, mengungkapkan peristiwa ini.

Menurut Kombes Agus, setelah kejadian tersebut, Aiptu FN sempat menghilang dan pulang ke rumah orang tuanya di Lubuklinggau untuk menenangkan diri. Namun, dia akhirnya menyerahkan diri ke Polda Sumatera Selatan (Sumsel) pada Senin (25/3/2024), setelah diminta oleh keluarganya. Saat ini, Aiptu FN masih merupakan terduga pelanggar dan sedang dalam proses pemeriksaan oleh Bidang Propam.

Pemeriksaan sementara oleh Kabid Humas Polda Sumsel, Kombes Pol Sunarto, mengungkapkan bahwa Aiptu FN melakukan serangan terhadap dua debt collector karena merasa terdesak. Saat kejadian, ada 12 orang tak dikenal yang diduga sebagai debt collector yang melakukan pengadangan, memaksa Aiptu FN menyerahkan kunci mobil. Anak dan istri Aiptu FN yang berada di dalam mobil juga ikut merasa ketakutan.

Kombes Sunarto menegaskan bahwa tindakan debt collector tersebut telah membuat resah masyarakat karena mereka melakukan pemaksaan dalam merampas dan mengambil objek yang menunggak pembayaran. Hal ini bertentangan dengan hukum yang diatur dalam undang-undang Jaminan Fidusia.

Dalam konteks ini, Kombes Sunarto mengimbau agar debt collector menjalankan tugas sesuai prosedur yang berlaku, terutama dalam penarikan melalui proses pengadilan. Tindakan pemaksaan dan melawan hukum harus dihindari karena hanya akan menimbulkan masalah baru bagi semua pihak.

Kejadian ini menyoroti kompleksitas hubungan antara pihak yang menagih utang dan pihak yang berutang. Sementara tindakan kekerasan tentu tidak dapat dibenarkan, penting untuk memastikan bahwa proses penagihan utang dilakukan sesuai dengan hukum dan etika, untuk menghindari konflik yang merugikan semua pihak yang terlibat.