SUBANG, TINTAHIJAU.com – Baru-baru ini, program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digulirkan di dua daerah di Jawa Barat—Bandung dan Tasikmalaya—mengalami sorotan tajam usai munculnya kasus dugaan keracunan massal. Ratusan siswa dan guru dilaporkan mengalami gejala keracunan setelah mengonsumsi makanan dari program tersebut.
Di Kota Bandung, Dinas Kesehatan mencatat sebanyak 342 siswa SMP Negeri 35 mengalami gejala keracunan pada Rabu sore, 30 April 2025. Sementara itu, di Tasikmalaya, kasus serupa juga terjadi pada Kamis hingga Jumat, 1–2 Mei 2025. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tasikmalaya, Dadan Wardana, menyatakan sekitar 400 siswa dan guru terdampak dalam insiden tersebut.
Menanggapi kejadian ini, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menyampaikan bahwa pihaknya berkomitmen penuh untuk mengusut penyebab insiden dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan program MBG. Ia menegaskan bahwa BGN akan mengungkap titik kritis dari rantai distribusi makanan yang menyebabkan masalah ini.
“Menyikapi munculnya kasus serupa di beberapa wilayah, kami menegaskan komitmen BGN untuk mengusut secara tuntas penyebabnya dan melakukan evaluasi menyeluruh guna mencegah terulangnya kejadian serupa,” ujarnya dalam pernyataan resmi, Jumat (2/5/2025).
Sementara itu, Kepala SPPG Yayasan Abu Bakar Ash-Shiddiq Tasikmalaya, Michael Julius Tobing, menjelaskan bahwa seluruh prosedur pengolahan makanan telah dilakukan sesuai standar. Setiap bahan pangan seperti tahu, ayam, beras, sayuran, dan kentang telah diperiksa kualitasnya sebelum diolah dan didistribusikan.
Hasil uji awal dari tim ahli gizi SPPG pun menunjukkan bahwa makanan dalam kondisi baik sebelum dikirim. Meski demikian, BGN menilai investigasi lanjutan tetap diperlukan untuk menemukan kemungkinan titik kegagalan dalam rantai distribusi atau penyimpanan.
Di Bandung, BGN telah mengirimkan tim investigasi gabungan untuk mengumpulkan sampel dan menunggu hasil uji laboratorium. Selain itu, BGN memastikan seluruh siswa yang terdampak telah menerima penanganan medis yang diperlukan.
“Kami memahami kekhawatiran yang muncul di tengah masyarakat. Untuk itu, kami mengimbau seluruh pihak agar tetap tenang dan menunggu hasil resmi investigasi. BGN akan terus menyampaikan informasi secara terbuka dan bertanggung jawab,” kata Dadan Hindayana.
Sebagai langkah preventif, BGN juga akan melakukan pengetatan prosedur distribusi makanan, termasuk memperketat protokol keamanan selama proses pengantaran dari dapur ke sekolah. Waktu pengiriman akan dibatasi secara ketat guna menjaga kualitas makanan.
Tak hanya itu, BGN juga akan memperkuat pengawasan di titik distribusi sekolah, dengan menetapkan aturan waktu konsumsi maksimal setelah makanan diterima, serta mewajibkan uji organoleptik—yakni uji tampilan, aroma, rasa, dan tekstur—sebelum makanan dibagikan kepada siswa.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya standar keamanan pangan yang ketat dalam pelaksanaan program-program pemerintah, khususnya yang menyasar anak-anak sebagai kelompok rentan. Investigasi dan koreksi dari BGN diharapkan mampu mencegah kejadian serupa di masa mendatang.