MATARAM, TINTAHIJAU.com – Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat (Polda NTB) memberikan klarifikasi terkait kasus yang menjerat seorang pria disabilitas berinisial IWAS alias AG. Kasus ini bukanlah kasus pemerkosaan, melainkan pelecehan seksual fisik.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Pol Syarif Hidayat, menegaskan bahwa IWAS ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
“Pasal yang diterapkan adalah Pasal 6C UU TPKS, bukan Pasal pemerkosaan atau KUHP Pasal 385. Ini yang perlu kami luruskan terkait pemberitaan,” ujar Kombes Syarif saat memberikan keterangan di Mataram, Senin (2/12/2024).
Proses Penetapan Tersangka
Kombes Syarif menjelaskan bahwa penetapan IWAS sebagai tersangka tidak dilakukan secara tergesa-gesa. Proses penyelidikan telah melalui tahapan panjang dengan pengumpulan fakta dan bukti yang cukup.
“Dalam proses penyelidikan, ditemukan fakta-fakta dan bukti-bukti yang menguatkan. Dari hasil itu, kita tetapkan Agus (IWAS) sebagai tersangka,” terangnya.
Ia juga menyebut bahwa Polda NTB memperhatikan kondisi IWAS yang merupakan seorang disabilitas. Polda NTB bekerja sama dengan pemerintah setempat dan berbagai pemangku kepentingan untuk memastikan hak-hak IWAS sebagai penyandang disabilitas tetap terjaga selama proses hukum berlangsung.
Laporan dan Pemeriksaan Saksi
Kasus ini bermula dari laporan dugaan pelecehan seksual yang dilayangkan korban berinisial M ke Polda NTB pada 7 Oktober 2024. Polisi telah memeriksa lima orang saksi, melibatkan ahli, serta mengumpulkan bukti pendukung yang menguatkan unsur tindak pidana dalam kasus ini.
“Kita melibatkan ahli untuk menilai apakah pelaku cakap dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya, dan hasilnya menunjukkan unsur tindak pidana terpenuhi,” jelas Kasubdit Renakta Polda NTB, Ni Made Pujawati.
Tahanan Rumah untuk IWAS
Saat ini, IWAS menjalani status sebagai tahanan rumah selama 20 hari. Langkah ini diambil dengan memperhatikan kondisi disabilitasnya dan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Kombes Syarif berharap klarifikasi ini dapat meluruskan kesalahpahaman di masyarakat terkait kasus yang menjerat IWAS. “Kami memastikan proses hukum dilakukan secara adil, tanpa mengesampingkan sisi kemanusiaan,” pungkasnya.