JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Yance Arizona, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), menyoroti situasi yang masih menggantung terkait batalnya pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada.
Dalam dialog di Program Kompas Malam, Kompas TV, pada Kamis (22/8/2024), Yance mengingatkan bahwa batalnya pengesahan RUU Pilkada ini bukanlah akhir dari proses legislasi, melainkan hanya tertunda karena tidak tercapainya kuorum dalam rapat paripurna.
Yance menjelaskan bahwa keputusan badan legislasi (baleg) yang telah menyetujui RUU Pilkada tersebut tetap berlaku. Namun, pengesahan di tingkat paripurna tertunda karena tidak adanya kuorum saat rapat paripurna.
“Kita harus berhati-hati dengan taktik seperti ini, karena kenyataan bahwa batal itu bukan berarti keputusan baleg itu dibatalkan,” tegas Yance. Ia menekankan bahwa ketidakberhasilan dalam pengesahan di rapat paripurna bukan berarti RUU tersebut batal secara substansial.
Kewaspadaan terhadap Taktik Legislatif
Yance juga menekankan pentingnya kewaspadaan masyarakat terhadap taktik-taktik legislatif semacam ini. Menurutnya, ada kemungkinan DPR tiba-tiba mengagendakan rapat paripurna untuk mengesahkan revisi UU Pilkada tersebut tanpa pemberitahuan yang memadai kepada publik. “Masyarakat perlu waspada dengan taktik seperti ini, nanti masyarakatnya lengah kemudian tiba-tiba diadakan rapat dan disahkan di rapat tingkat kedua,” tambahnya.
Ia menegaskan, jika benar-benar ada niat untuk membatalkan RUU Pilkada tersebut, seharusnya ada keputusan baru dari baleg yang menyatakan pembatalan. Sampai saat ini, belum ada keputusan resmi yang membatalkan revisi tersebut, sehingga statusnya masih menggantung dan bisa dibahas kembali di rapat paripurna kapan saja.
Proses Pembatalan yang Resmi
Untuk menghindari ketidakpastian ini, Yance mengusulkan mekanisme yang lebih konkret. “Mekanisme pembatalan tersebut secara resmi adalah baleg membuat satu keputusan baru untuk tidak menyetujui revisi undang-undang pilkada. Itu langkah yang paling konkret,” jelasnya.
Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa pimpinan DPR atau Badan Musyawarah (Bamus) dapat memutuskan untuk tidak mengadakan rapat paripurna hingga waktu tertentu atau bahkan hingga pergantian DPR.
Selama tidak ada keputusan atau pernyataan resmi mengenai pembatalan ini, Yance menyatakan bahwa situasi ini masih terkesan seperti “main kucing-kucingan” antara legislatif dan masyarakat. Oleh karena itu, ia mendorong masyarakat untuk tetap waspada dan terus memantau perkembangan terkait RUU Pilkada ini.
Dengan situasi yang masih belum jelas, masyarakat diharapkan untuk tidak lengah dan terus mengawal proses legislasi ini agar tidak terjadi pengesahan yang tiba-tiba tanpa partisipasi dan perhatian publik.