NasDem Kritik Putusan MK soal Pemilu Dua Tahap, Ujang Bey: Inkonstitusional

MAJALENGKA, TINTAHIJAU.COM – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memutuskan pelaksanaan pemilu ke depan digelar dalam dua tahap menuai kritik. Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi NasDem, Ujang Bey, menilai keputusan tersebut bertentangan dengan konstitusi.

Dalam putusan yang dibacakan pada Kamis (26/6/2025), MK memutuskan pemilu nasional untuk memilih DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden digelar lebih dulu.

Selanjutnya, setelah jeda sekitar 2 hingga 2,5 tahun, baru digelar pemilu lokal untuk memilih DPRD, gubernur, bupati, dan wali kota.

“Ya, di Komisi II DPR RI belum ada pembahasan soal putusan itu. Termasuk soal undang-undang pemilu maupun pilkada pun belum dibicarakan. Sikap Partai NasDem sudah jelas, putusan MK ini bertentangan dengan UUD 1945,” kata Ujang Bey saat menghadiri acara Bawaslu Majalengka di salah satu hotel di Kecamatan Jatiwangi, Selasa (9/9/2025).

Menurutnya, pemisahan pemilu nasional dan lokal jelas melanggar Pasal 22E UUD 1945 yang menegaskan pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali.

“Pemisahan pemilihan presiden, DPR RI, dan DPD RI dengan kepala daerah serta DPRD jelas melanggar konstitusi. Putusan MK ini inkonstitusional dan tidak mempunyai kekuatan mengikat,” tegas legislator asal Dapil Majalengka, Sumedang, dan Subang itu.

Ujang menambahkan, pemilihan anggota DPRD dan kepala daerah merupakan bagian dari rezim pemilu sebagaimana diatur Pasal 22E UUD 1945.

Hal ini, lanjutnya, juga dipertegas dalam Putusan MK Nomor 95/2022 yang sebelumnya melahirkan sistem pemilu serentak dengan lima kotak suara.

“Perubahan sistem yang diputuskan MK justru menegasikan putusan MK sebelumnya. Krisis konstitusional ini harus segera dicarikan jalan keluarnya. Konstitusi memerintahkan pileg dan pilpres dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Jangan sampai tafsir yang berubah-ubah menimbulkan kebingungan,” pungkasnya.