Profil  

dr. Maxi, Pejabat Dermawan yang Akhiri Pengabdian di Pemkab Subang dengan Kepala Tegak

SUBANG, TINTAHIJAU.COM – Nama dr. Maxi, S.H., M.HKes sudah lama dikenal di Kabupaten Subang. Sosoknya tak hanya dikenal sebagai pejabat berprestasi, tapi juga dokter yang dermawan dan rendah hati. Setelah puluhan tahun mengabdi di dunia birokrasi dan kesehatan, dokter yang kini menjabat Staf Ahli Bupati Subang itu akhirnya memilih untuk mengakhiri masa tugasnya dengan mengajukan pensiun dini.

Keputusan itu diambil bukan tanpa pertimbangan. Ia mengaku sudah lama memikirkannya, dan kini merasa saat yang tepat untuk memberi ruang bagi generasi muda. “Sudah saya pikirkan matang. Saya merasa cukup. Saatnya memberi kesempatan kepada yang lebih muda untuk melanjutkan,” kata dr. Maxi dengan nada tenang.

Ia resmi mengajukan pensiun dini pada 17 Oktober 2025 setelah 27 tahun mengabdi sebagai Aparatur Sipil Negara.

Lahir di Buol, Sulawesi Tengah, 14 Maret 1971, dr. Maxi menempuh pendidikan kedokteran di Universitas Hasanuddin Makassar. Tahun 1998, ia datang ke Subang sebagai dokter Pegawai Tidak Tetap (PTT) di Puskesmas Tambakdahan. Niat awalnya hanya bertugas sementara, namun masyarakat dan lingkungan membuatnya jatuh cinta pada Subang.

“Saya pikir hanya tiga tahun, tapi ternyata Subang membuat saya betah. Dari sini saya merasa punya rumah kedua,” ujarnya sambil tersenyum.

Kariernya terus menanjak. Setelah diangkat menjadi PNS pada tahun 2001, ia berpindah tugas ke Puskesmas Binong, lalu dipercaya masuk ke Dinas Kesehatan, hingga akhirnya menjadi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Subang.

Di bawah kepemimpinannya, Dinas Kesehatan mencatat prestasi membanggakan: 35 puskesmas meraih status Paripurna dan sisanya berpredikat Utama. “Itu hasil kerja tim. Saya hanya memastikan semua punya semangat yang sama: melayani dengan hati,” tuturnya.

Namun yang paling melekat dari sosok dr. Maxi bukan hanya prestasinya, melainkan ketulusannya. Ia sering turun langsung ke lapangan, menjemput pasien miskin, mengobati warga tanpa bayaran, bahkan membantu biaya hidup mereka. Ia tak pernah merasa rugi.

“Menjadi dokter itu bukan soal uang. Nomor satu itu melayani masyarakat, uang nomor dua,” katanya tegas.

Banyak kisah warga Subang yang masih ingat bagaimana dr. Maxi datang dengan mobil dinasnya hanya untuk menjemput seorang pasien di pelosok desa, tanpa wartawan, tanpa publikasi.

Sikapnya yang sederhana juga tercermin saat ia menolak pembelian mobil dinas baru senilai hampir setengah miliar rupiah. Ia memilih mengalihkan dana itu untuk membeli ambulans bagi Puskesmas Cisalak yang melayani daerah pegunungan.

“Mobil dinas saya masih bisa jalan, masih layak. Tapi ambulans itu kebutuhan hidup warga. Lebih baik uangnya ke sana,” ucapnya.

Keputusan itu mendapat apresiasi luas, dianggap contoh nyata pejabat yang menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi.

Selain berkarier di pemerintahan, dr. Maxi juga aktif di organisasi profesi. Ia dipercaya memimpin Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Subang periode 2023–2026. Di organisasi itu, ia mendorong agar para dokter tidak kehilangan idealisme.

“Kalau dokter berhenti peduli pada masyarakat, maka profesi ini kehilangan ruhnya,” kata dia dalam salah satu sambutannya di Musda IDI Subang.

Berkat pengabdiannya, dr. Maxi meraih berbagai penghargaan. Ia sempat dinobatkan sebagai Kepala Dinas Terpopuler oleh Aliansi Wartawan Subang (AWAS) dan mendapat penghargaan dari SBSI 1992 atas kontribusinya dalam pelayanan publik.

Namun semua itu ia anggap bukan sebagai kebanggaan pribadi. “Penghargaan itu bonus. Yang penting masyarakat bisa merasakan hasil kerja kita,” ujarnya merendah.

Kini, setelah dua dekade lebih menjadi abdi negara, dr. Maxi memilih untuk menepi sejenak. Ia ingin lebih dekat dengan keluarga dan mungkin melanjutkan pengabdian di jalur lain.

“Pensiun bukan berarti berhenti. Saya hanya berganti cara untuk tetap bermanfaat,” katanya pelan.

Bagi banyak orang di Subang, dr. Maxi bukan hanya pejabat, melainkan teladan. Ia membuktikan bahwa kekuasaan bisa dijalankan dengan hati, dan jabatan bisa ditinggalkan dengan kepala tegak.