BANDUNG, TINTAHIJAU.com — Kabar mengejutkan datang dari pasangan publik figur Atalia Praratya dan Ridwan Kamil. Perempuan yang akrab disapa Bu Cinta itu diketahui telah mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya. Informasi tersebut telah terdaftar secara resmi di Pengadilan Agama (PA) Bandung.
Panitera PA Bandung, Dede Supriadi, membenarkan pendaftaran perkara tersebut. “Betul, informasinya memang demikian,” ujar Dede saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Senin (15/12/2025). Gugatan cerai itu didaftarkan melalui kuasa hukum Atalia Praratya yang kini berusia 52 tahun.
Kasus ini menambah daftar pasangan yang telah menjalani pernikahan panjang namun akhirnya memilih berpisah. Fenomena perceraian pada usia lanjut atau yang kerap disebut gray divorce kembali menjadi sorotan publik, seiring meningkatnya kasus serupa dalam beberapa dekade terakhir.
Perceraian di usia senja kerap memicu spekulasi dan stigma di tengah masyarakat. Tak jarang, keputusan tersebut dikaitkan dengan krisis paruh baya, perselingkuhan, atau tindakan impulsif. Namun, sejumlah kajian menunjukkan bahwa realitasnya jauh lebih kompleks.
Mengutip Psychology Today, seorang pria yang memutuskan bercerai setelah lebih dari 40 tahun menikah menegaskan bahwa perceraian di usia tua bukanlah keputusan mendadak. Ia memilih berpisah bukan karena kehadiran orang ketiga, melainkan akibat tekanan emosional yang berlangsung bertahun-tahun dan berdampak pada kesehatan fisik serta mentalnya.
Sejumlah studi mencatat tren gray divorce memang mengalami peningkatan sejak 1990, meski angkanya masih lebih rendah dibandingkan perceraian pada kelompok usia di bawah 50 tahun. Kenaikan ini sebagian dipengaruhi oleh generasi baby boomer yang cenderung lebih terbuka terhadap perceraian dibanding generasi sebelumnya.
Faktor risiko terbesar dalam perceraian usia lanjut bukanlah peristiwa tertentu seperti anak yang telah dewasa, melainkan riwayat pernikahan itu sendiri. Pasangan yang pernah bercerai dan menikah kembali, terutama dalam pernikahan berusia relatif pendek, tercatat memiliki risiko lebih tinggi untuk kembali berpisah.
Dari sisi ekonomi, kondisi finansial yang relatif stabil justru menjadi faktor pelindung bagi pernikahan di usia lanjut. Perceraian lebih sering terjadi pada pasangan dengan tingkat pendidikan lebih rendah atau yang mengalami pengangguran, bukan pada mereka yang telah pensiun. Tekanan ekonomi kerap mempercepat retaknya hubungan.
Sementara itu, konflik dan perselingkuhan yang muncul di akhir pernikahan panjang umumnya merupakan gejala, bukan penyebab utama. Akar permasalahan biasanya telah tertanam sejak lama dan terakumulasi selama bertahun-tahun.
Dampak perceraian juga tetap dirasakan oleh anak, meski mereka telah dewasa. Perpisahan orang tua dapat memengaruhi hubungan emosional anak dengan ayah atau ibu, serta mengubah dinamika keluarga secara keseluruhan.
Tak jarang, perceraian di usia lanjut memicu kesedihan jangka panjang. Rasa kehilangan terhadap kebersamaan keluarga besar dapat bertahan lama, meski sebagian individu merasakan hidup yang lebih sehat dan tenang setelah berpisah.
Meski demikian, sejumlah kasus menunjukkan adanya kemungkinan akhir yang positif. Beberapa individu justru menemukan ketenangan batin, peningkatan kesehatan, bahkan membuka lembaran baru dalam kehidupan setelah melalui perceraian di usia senja.
Secara keseluruhan, gray divorce jarang terjadi akibat dorongan sesaat. Lebih sering, ia merupakan hasil dari akumulasi ketidakbahagiaan yang panjang dan menjadi pilihan terakhir demi bertahan secara emosional dan fisik. Meski menyakitkan, bagi sebagian orang, perceraian di usia lanjut justru membuka jalan menuju kehidupan yang dinilai lebih sehat dan bermakna.











