Ragam  

dr. Encep Sugiana: Sekolah Harus Jadi Ruang Penanaman Akhlak dan Nilai Budaya Sunda

SUBANG, TINTAHIJAU.com – Anggota Komisi V DPRD Jawa Barat, dr. Encep Sugiana, menegaskan pentingnya pelestarian dan penanaman nilai-nilai budaya Sunda di lembaga-lembaga pendidikan. Menurutnya, budaya Sunda bukan hanya warisan leluhur, tapi juga fondasi pembentukan karakter generasi muda yang menjunjung tinggi moral, etika, dan akhlak mulia.

“Budaya Sunda ini sangat kaya dengan nilai-nilai religius, moral, dan sosial. Dalam ajaran budaya kita, ada aturan yang jelas mengenai tata krama terhadap orang tua, orang yang lebih tua, maupun terhadap yang lebih muda. Bahkan penggunaan bahasa pun diatur untuk menunjukkan rasa hormat dan santun,” ujar dr. Encep kepada TINTAHIJAU.com, Kamis (19/7/2025).

Ia mencontohkan, dalam tradisi Sunda terdapat ungkapan-ungkapan halus seperti “tuang neda salira anjeun” yang digunakan untuk menunjukkan rasa hormat, terutama kepada orang tua atau orang yang lebih dituakan. Menurutnya, keberadaan bahasa yang penuh makna ini merupakan bentuk nyata dari karakter masyarakat Sunda yang menjunjung tinggi kesopanan.

“Budaya Sunda mengajarkan kita untuk tidak sembarangan berbicara, apalagi kepada orang yang lebih tua. Bahkan ketika melewati orang yang sedang duduk saja, anak-anak diajarkan etika dan sopan santunnya. Ini bukan hal kecil, tapi fondasi sosial yang sangat penting,” jelasnya.

Namun, ia menyayangkan adanya fenomena menurunnya penggunaan bahasa santun di kalangan anak-anak muda saat ini. Bahkan di lingkungan sekolah, tak jarang ditemui penggunaan bahasa yang kasar atau tidak pantas yang berpotensi menurunkan kualitas interaksi antara guru dan murid.

“Jangan sampai sekolah jadi tempat di mana anak-anak malah meniru bahasa yang kasar. Saya melihat sekarang ini, bahasa kasar bahkan seringkali digunakan oleh tokoh-tokoh publik dalam forum terbuka. Ini sangat disayangkan. Sekolah harus jadi tempat utama untuk menanamkan nilai-nilai budaya Sunda yang baik dan mendidik,” tegas politisi yang juga berprofesi sebagai dokter tersebut.

Lebih lanjut, dr. Encep menyatakan bahwa lembaga pendidikan tidak hanya bertugas memberikan pengetahuan akademis, tapi juga membentuk kepribadian dan karakter siswa. Menurutnya, cara paling efektif untuk menanamkan budaya Sunda di sekolah adalah melalui pembiasaan keseharian, baik dari segi bahasa, sikap, maupun kegiatan seni dan budaya.

“Bagaimana anak-anak diajarkan menyapa guru, bagaimana guru pun harus memberikan contoh dengan bahasa yang lembut dan santun. Jangan sampai karena guru merasa punya kuasa, jadi memperlakukan murid dengan ucapan yang tidak patut. Ini semua harus diatur sesuai dengan nilai-nilai kesundaan yang kita junjung,” ujarnya.

Ia juga menyoroti pentingnya pelajaran Bahasa Sunda di sekolah, bukan hanya untuk memenuhi kurikulum, tapi juga sebagai wahana pembinaan karakter. Ia mengingat masa kecilnya ketika diajarkan bagaimana bersikap terhadap guru dan orang tua, serta bagaimana berpakaian yang sopan saat mengikuti kegiatan budaya seperti bermain calung, angklung, atau mengikuti upacara adat.

“Saya pernah ikut Angklung, itu memakai pakaian adat Sunda seperti pangsi, iket kepala, dan itu bukan sekadar seragam. Tapi bagian dari penanaman nilai kesopanan. Bahkan untuk biduan pun ada aturan soal berpakaian sopan, tidak membuka aurat berlebihan. Itu semua bentuk kearifan lokal yang harus terus dijaga,” tambahnya.

Menurut dr. Encep, penerapan budaya Sunda di sekolah juga bisa dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler, seperti seni musik tradisional, pelatihan bahasa Sunda halus, lomba-lomba berbalas pantun atau pidato adat, serta kegiatan-kegiatan lain yang memperkuat identitas lokal.

“Anak-anak jangan hanya tahu bahasa Sunda dari sisi kasar atau ceplas-ceplos. Jangan sampai malah jadi kebiasaan berbahasa tidak senonoh di antara mereka. Harus ada upaya serius dari guru, kepala sekolah, dan dinas pendidikan untuk menjadikan budaya Sunda sebagai bagian dari pembentukan karakter,” paparnya.

Terakhir, ia menekankan bahwa penerapan budaya lokal tidak bertentangan dengan ajaran agama. Justru, menurutnya, nilai-nilai budaya Sunda yang menekankan etika dan sopan santun sangat sejalan dengan ajaran agama, khususnya Islam.

“Misalnya bagi yang muslim, memakai pakaian adat Sunda tetap bisa dikombinasikan dengan kewajiban menutup aurat. Yang penting substansinya: bahwa kita berpakaian sopan, berbahasa santun, dan bersikap penuh hormat. Itu inti dari budaya Sunda,” tandasnya.

dr. Encep menutup dengan harapan agar seluruh pemangku kepentingan pendidikan di Jawa Barat bersama-sama mendorong implementasi budaya lokal yang bermakna dan membangun karakter siswa.

“Kalau budaya Sunda diterapkan secara konsisten, Insya Allah anak-anak kita akan tumbuh menjadi generasi yang berakhlak, menghargai orang lain, dan mencintai tanah kelahirannya,” pungkasnya.