Ragam

Remaja Indonesia Dilanda Krisis Gerak, Aktivitas Fisik Terus Menurun

×

Remaja Indonesia Dilanda Krisis Gerak, Aktivitas Fisik Terus Menurun

Sebarkan artikel ini
Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kemenkes Maria Endang Sumiwi dalam Indonesia Sports Summit 2025 di Jakarta, Minggu (7/12/2025). ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari.

JAKARTA, TINTAHIJAU.com — Indonesia tengah menghadapi persoalan serius terkait rendahnya aktivitas fisik di kalangan remaja. Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI), sekitar 58 persen remaja berusia 10–14 tahun dinyatakan malas bergerak (mager) dan kurang melakukan aktivitas fisik harian. Angka ini menjadi sorotan karena menunjukkan rendahnya kesadaran generasi muda dalam menjaga kebugaran tubuh.

Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kementerian Kesehatan, Maria Endang Sumiwi, menjelaskan bahwa indikator SKI mengukur tingkat aktivitas fisik dalam rutinitas sehari-hari. “Untuk melakukan kegiatan harian saja, rata-rata masih kurang aktivitas fisiknya. Di SKI itu kita ukur aktivitas fisik, dan hasilnya remaja itu banyak yang mager,” ujarnya.

Survei tersebut menunjukkan remaja usia 10–14 tahun memiliki tingkat kemalasan bergerak tertinggi, yakni 58 persen. Disusul remaja usia lebih dari 65 tahun sebesar 52,8 persen, dan remaja usia 15–19 tahun sebesar 50 persen. Dengan demikian, kaum muda Indonesia menempati posisi rentan terhadap risiko kesehatan karena minim aktivitas.

Temuan ini diperkuat oleh Indonesia Sports Summit 2025 serta hasil Cek Kesehatan Gratis (CKG), yang menunjukkan bahwa tingkat kebugaran masyarakat umum juga rendah, yakni mencapai 60,1 persen.

Maria menegaskan, persoalan kurang bergerak bukan hanya terjadi pada remaja, tetapi juga pada usia dewasa. Data menunjukkan 95 persen orang dewasa tidak berolahraga teratur minimal 30 menit setiap minggu lima hari, sebagaimana standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menetapkan kebutuhan minimal 150 menit olahraga per minggu.

“Meskipun di kota besar sudah mulai banyak klub-klub lari, ternyata itu belum cukup untuk menggerakkan masyarakat. Masalah utama justru ada pada sekolah dan remaja, 60 persen dari mereka tingkat kebugarannya rendah,” kata Maria.

Ia menilai, perlunya kompetisi olahraga yang konsisten dan terstruktur agar minat remaja meningkat. Kompetisi dianggap mampu menumbuhkan motivasi serta menjadi wadah bagi remaja untuk mengembangkan kebiasaan hidup aktif.

Selain itu, Maria menyoroti pentingnya pengembangan sport medicine atau kedokteran olahraga untuk mendorong kesadaran masyarakat terkait kesehatan fisik. Bidang ini diyakini memiliki peran besar dalam menciptakan ekosistem olahraga yang lebih profesional dan dapat membuka lapangan pekerjaan baru.

“Sport medicine ini ruang besar untuk tumbuh. Kalau dari kami, tentu Kemenkes sangat mendukung karena ini berkaitan dengan kesehatan masyarakat ke depan,” tambahnya.

Maria berharap lebih banyak masyarakat terlibat dalam aktivitas olahraga melalui komunitas maupun klub-klub lokal. Menurutnya, semakin banyak fasilitas dan wadah olahraga, semakin mudah mendorong masyarakat menjalani gaya hidup sehat.

“Kalau masyarakat Indonesia ingin meningkatkan kualitas kesehatan, salah satu langkah paling efektif adalah meningkatkan aktivitas fisik. Kita harus membuat olahraga menjadi bagian dari budaya,” ujarnya.