SUBANG, TINTAHIJAU.com – Rasa malu adalah emosi kompleks yang dapat muncul tidak hanya dalam pengalaman pribadi, tetapi juga melalui apa yang disebut sebagai second-hand embarrassment atau rasa malu tidak langsung.
Fenomena ini terjadi ketika seseorang merasakan ketidaknyamanan atau malu melihat orang lain melakukan kesalahan atau situasi konyol, baik itu dalam kehidupan sehari-hari atau melalui media seperti film atau televisi.
Menurut psikolog kesehatan klinis, Marielle Collins, PhD, second-hand embarrassment seringkali muncul bersamaan dengan kecemasan dan ketakutan akan penilaian sosial yang negatif.
Perasaan ini dapat mengganggu dan bahkan menghambat aktivitas sehari-hari seseorang. “Kecemasan bisa menyusahkan dan mungkin menghalangi apa pun yang Anda lakukan saat ini,” ujar Dr. Collins.
Lebih lanjut, Dr. Collins menyatakan bahwa menyaksikan orang lain mengalami rasa malu juga dapat meningkatkan pemikiran cemas tentang apakah pengalaman serupa dapat terjadi pada diri sendiri.
Hal ini dapat mengaktifkan respons stres tubuh, menunjukkan bahwa second-hand embarrassment tidak hanya terbatas pada dimensi emosional, tetapi juga memengaruhi reaksi fisik seseorang.
Fenomena second-hand embarrassment dipicu oleh otak yang mengaktifkan sensor emosi. Ini menjelaskan mengapa kita sering merespons dengan menangis ketika melihat seseorang berduka atau merasa ngeri saat menyaksikan situasi memalukan yang dialami oleh orang lain.
Faktanya, beberapa penelitian menunjukkan bahwa kita merasa sedih ketika orang lain mengalami rasa sakit karena meningkatnya tingkat kecemasan dan kesusahan yang kita rasakan.
Tidak hanya itu, penelitian juga menunjukkan bahwa tingkat second-hand embarrassment cenderung lebih tinggi ketika situasi memalukan terjadi pada seseorang yang dekat dengan kita. Namun, tidak terkecuali ketika kita menyaksikan kejadian serupa melalui tayangan di televisi.
“Anda mungkin akan lebih mudah merasa malu jika Anda memiliki kapasitas empati yang tinggi. Saat kita memikirkan empati, kita cenderung berpikir untuk memiliki perasaan emosional yang sama dengan seseorang, di mana kita merasakan kepedihan yang sama dengan mereka,” jelas Dr. Collins seperti dikutip dari laman detikHealth, Senin (22/1/2024).
Sebagai manusia, fenomena second-hand embarrassment menjadi bagian dari kompleksitas emosional yang mencirikan interaksi sosial dan kepekaan kita terhadap perasaan orang lain.
Meskipun terkadang bisa menjadi pengalaman yang menggelikan, penting bagi kita untuk memahami dan menghargai perasaan ini sebagai bagian dari kehidupan emosional kita.





