BANDUNG, TINTAHIJAU.com — Aksi pembagian bir oleh sebuah komunitas lari dalam ajang Pocari Sweat Run 2025 di Bandung, Jawa Barat, menuai kontroversi. Meskipun bertujuan memeriahkan suasana, aksi tersebut menuai kritik terutama dari kalangan medis karena bertentangan dengan semangat hidup sehat yang diusung oleh kegiatan olahraga.
Dokter spesialis penyakit dalam, dr. Rudy Kurniawan, SpPD, menyoroti dampak konsumsi alkohol, khususnya bir, pasca aktivitas fisik seperti lari. “Konsumsi bir, terutama pasca olahraga, tidak sejalan dengan tujuan meningkatkan kesehatan,” ujar dr. Rudy saat dihubungi pada Kamis (24/7/2025).
Menurutnya, salah satu efek negatif dari alkohol adalah gangguan metabolisme lemak yang dapat menyebabkan obesitas sentral. Fenomena ini sering dikenal dengan istilah beer belly, yakni perut buncit yang kerap dialami peminum bir.
Lebih jauh, konsumsi alkohol juga berisiko menimbulkan perlemakan hati (fatty liver). Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat berkembang menjadi hepatitis alkoholik bahkan sirosis, yaitu pengerasan hati yang bersifat permanen. “Tidak ada tingkat konsumsi alkohol yang sepenuhnya aman,” tegasnya.
Selain itu, alkohol memiliki sifat diuretik atau meluruhkan cairan tubuh melalui urine. Kondisi ini memperbesar risiko dehidrasi dan menghambat proses pemulihan tubuh setelah berolahraga. “Olahraga bertujuan menjaga kesehatan, sehingga budaya minum bir setelah lari sebaiknya tidak dinormalisasi,” imbuhnya.
Kontroversi ini menjadi pengingat penting bagi penyelenggara dan peserta kegiatan olahraga agar tetap menjaga nilai-nilai kesehatan yang menjadi esensi dari aktivitas fisik, dan tidak mencampurkannya dengan kebiasaan yang dapat merusak tujuan tersebut.
