
PURWAKARTA, TINTAHIJAUcom – Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan kepala daerah berusia di bawah 40 tahun bisa mencalonkan sebagai presiden atau wakil presiden. Hal tersebut membuka peluang bagi para pemimpin muda untuk dicalonkan atau mencalonkan.
Salah satu nama yang santer dikaitkan adalah Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka. Ia disebut-sebut bakal menjadi Cawapres dari Prabowo Subianto.
Pasca hal tersebut, kini istilah politik dinasti kembali mencuat. Hal itu tak lepas dari sosok ayah dari Gibran yakni Joko Widodo alias Jokowi yang kini masih berstatus sebagai Presiden Indonesia.
Terkait hal tersebut Kang Dedi Mulyadi menilai istilah politik dinasti hanya berlaku tergantung kepentingan siapa pihak yang mengusung. Sebab saat Gibran meneruskan langkah Jokowi sebagai Wali Kota Solo tak pernah disebut politik dinasti.
“Dulu saat Mas Gibran dicalonkan sebagai Wali Kota Solo meneruskan ayahnya katanya bukan politik dinasti karena melalui proses Pilkada langsung dan dipilih oleh masyarakat,” ucap KDM.
Tetapi hal tersebut kini berbalik saat Gibran digadang-gadang dicalonkan sebagai Cawapres. Berbeda saat di Solo, kini justru Gibran disebut melakukan politik dinasti.
“Mas Gibran waktu nyalon jadi Wali Kota Solo gak disebut dinasti, tapi kok kalau mau jadi Cawapres disebut dinasti?,” ucap KDM.
“Jadi politik dinasti ternyata tergantung kepentingan siapa yang mengusung bukan terminologi dari sebuah politik yang dianggap keliru dalam kehidupan berdemokrasi di Indonesia,” lanjutnya.
Kang Dedi Mulyadi berkelakar dinasti yang ia tahu adalah sebuah merek minyak wangi. Sehingga ia berharap dinasti itu bisa memberikan rasa harum bagi siapapun yang menciumnya.
“Semoga bangsa Indonesia bisa menikmati rasa harum dari dinasti yang jadi pilihannya,” pungkas KDM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
FOLLOW SOCMED:
FB & IG: TINTAHIJAUcom
IG & YT: TINTAHIJAUcom
E-mail: red.tintahijau@gmail.com