Ragam  

BMKG Jelaskan Fenomena Hujan di Musim Kemarau

JAKARTA, TINTAHIJAU.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memberikan penjelasan mengenai fenomena cuaca di Jakarta yang terus dilanda hujan deras meskipun sedang berada di puncak musim kemarau.

Menurut BMKG, fenomena ini disebabkan oleh dinamika atmosfer skala regional hingga global yang cukup signifikan.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menjelaskan bahwa meskipun Indonesia tengah memasuki puncak musim kemarau pada Juli dan Agustus 2024, beberapa wilayah masih mengalami hujan.

“Perlu diluruskan bahwa meski statusnya adalah musim kemarau, tapi bukan berarti tidak akan turun hujan sama sekali. Hanya, intensitas curah hujan di bawah 50 mm atau dasarian,” ujar Dwikorita dalam keterangannya pada Sabtu, 6 Juli 2024, seperti dikutip dari Kompas.com.

Dwikorita juga menyebutkan bahwa dalam sepekan ke depan masih terdapat potensi peningkatan curah hujan secara signifikan di sejumlah wilayah Indonesia. “Fenomena ini disebabkan oleh dinamika atmosfer skala regional-global yang cukup signifikan,” tambahnya.

Pengaruh Fenomena Atmosfer

Fenomena atmosfer seperti Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Kelvin, dan Rossby Equatorial disebut sebagai penyebab utama yang memengaruhi sebagian besar wilayah Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku, dan Papua. Selain itu, suhu muka laut yang hangat pada perairan sekitar Indonesia juga memberikan kontribusi dalam mendukung pertumbuhan awan hujan signifikan di wilayah tersebut.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menegaskan bahwa sebagian besar wilayah di Indonesia memang telah memasuki musim kemarau. Namun, musim kemarau tidak berarti sama sekali bebas dari hujan.

“Betul, sebagian besar wilayah Indonesia mengalami musim kemarau di bulan Juli dan Agustus 2024, yaitu sebanyak 77,27 persen, dengan durasi musim kemarau diprediksi terjadi selama 3 hingga 15 dasarian. Meski demikian, bukan berarti dalam periode kemarau tidak ada hujan sama sekali,” terang Guswanto di Jakarta pada Jumat, 4 Juli 2024.

Guswanto juga menyebutkan bahwa dalam sepekan ke depan, masih terdapat potensi peningkatan curah hujan secara signifikan di sejumlah wilayah Indonesia, akibat dinamika atmosfer skala regional dan global.

Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, mengatakan bahwa kombinasi pengaruh fenomena cuaca tersebut diperkirakan menimbulkan potensi hujan dengan intensitas sedang hingga lebat yang disertai kilat dan angin kencang di sebagian besar wilayah Indonesia pada tanggal 5 hingga 11 Juli 2024. Wilayah yang diperkirakan terdampak meliputi Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.

Andri mengimbau masyarakat untuk mewaspadai potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir, longsor, dan banjir bandang, terutama di wilayah perbukitan, dataran tinggi, serta sepanjang daerah aliran sungai.

Terkait cuaca ekstrem berupa hujan lebat disertai angin kencang dan hujan es yang terjadi di Bedahan, Sawangan, Kota Depok pada 3 Juli lalu, Andri menjelaskan bahwa kejadian tersebut disebabkan oleh awan Cumulonimbus (CB) yang terbentuk akibat daya angkat atau konveksi yang kuat di wilayah tersebut.

Proses hujan diawali dengan kondensasi uap air yang teramat dingin melewati atmosfer di lapisan atas level beku, yang kemudian membentuk es berukuran besar. Saat es ini turun ke area yang lebih hangat, terjadilah hujan. Namun, kadang tidak semua es mencair sempurna, sehingga terjadi hujan es di mana suhu puncak awan CB bisa mencapai minus 80 derajat Celsius.

BMKG juga mengimbau masyarakat untuk memanfaatkan hujan dengan menabung air dan menggunakan air secara bijak. Hal ini penting untuk memastikan cadangan air saat puncak musim kemarau tiba. “Selagi masih turun hujan, alangkah baiknya dimanfaatkan untuk menabung air. Hemat dan menggunakan air secara bijak, supaya memiliki cadangan air saat puncak musim kemarau melanda wilayah kita nantinya,” pungkas Andri.

Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari TINTAHIJAU.COM, Klik Disini dan Klik ini