16 Guru Besar Hukum Melaporkan Ketua Mahkamah Konstitusi atas Dugaan Pelanggaran Etik

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memimpin jalannya sidang perkara Pengujian Formil dan Materiil UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap UUD 1945 di Gedung MK, Jakarta, Kamis (10/6/2021). Sidang dengan acara mendengarkan keterangan DPR dan Presiden tersebut ditunda dan akan digelar kembali pada 17 Juni 2021. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.(ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)

SUBANG, TINTAHIJAU.com – Sebanyak 16 Guru Besar dan Pengajar Hukum Tata Negara (HTN) dan Hukum Administrasi Negara (HAN) telah mengajukan laporan terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman. Mereka menduga Anwar Usman melakukan pelanggaran etik dan perilaku yang tidak pantas bagi seorang hakim konstitusi.

Laporan ini diajukan oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Yayasan Lembaga Bantuan Humum Indonesia (YLBHI), Indonesia Corruption Watch, dan Indonesia Memanggil Lima Tujuh (IM57+ Institute). Menurut Violla Reininda, Program Manager PSHK, laporan tersebut mencakup empat poin utama yang menyoroti dugaan pelanggaran etik oleh Anwar Usman.

Poin pertama adalah konflik kepentingan. Anwar Usman diduga memberi ruang atau hak istimewa kepada keponakannya, Gibran Rakabuming Raka, untuk mencalonkan diri sebagai Calon Wakil Presiden (Cawapres). Laporan ini semakin terverifikasi ketika Gibran mendaftarkan diri sebagai Cawapres Prabowo Subianto.

Baca Juga:  KPU Purwakarta Lantik PPS-PPK Pergantian Antar Waktu

Poin kedua berkaitan dengan kepemimpinan Anwar Usman. Guru Besar Hukum melihat bahwa Anwar Usman tidak menjalankan kepemimpinannya dengan baik ketika memeriksa perkara uji materi Pasal 169 huruf q UU Pemilu mengenai batas usia Calon Presiden dan Cawapres. Mereka berpendapat bahwa proses ini terburu-buru dan tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya diikuti.

Poin ketiga menyangkut sikap Anwar Usman dalam menghadapi concurring opinion atau alasan berbeda dalam putusan MK dari dua hakim konstitusi, yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh. Guru Besar Hukum mencatat bahwa tindakan ini mengakibatkan keganjilan dalam putusan MK.

Baca Juga:  Prabowo dan Gibran Jalani Tes Kesehatan untuk Pilpres 2024

Poin keempat adalah komentar Anwar Usman terkait perkara yang ditanganinya. Para pelapor menilai bahwa Anwar telah memberikan opini tidak langsung tentang perkara tersebut, terutama saat memberikan kuliah umum di Universitas Sultan Agung, Semarang.

Violla Reininda berharap bahwa laporan ini akan diperiksa secara objektif oleh Majelis Kehormatan MK, dan ia juga mendorong hakim MK yang mungkin menjadi saksi untuk bersikap kooperatif. Jika ditemukan pelanggaran berat, terutama konflik kepentingan, mereka berharap agar sanksi yang setara atau berat, seperti pemberhentian secara tidak hormat, dapat diberikan.

Baca Juga:  Tiga Cara Masyarakat Cegah Hoax Saat Kampanye Pemilu Versi Kemenkominfo

Ke-16 Guru Besar dan Pengajar Hukum yang terlibat dalam laporan ini termasuk Prof. Denny Indrayana, Prof. Hesti Armiwulan, Prof. Muchamad Ali Safaat, Prof. Susi Dwi Harijanti, Dr. Aan Eko Widiarto, Dr. Auliya Khasanofa, Dr. Dhia Al Uyun, Dr. Herdiansyah Hamzah, Dr. Herlambang P. Wiratraman, dan Iwan Satriawan. Selain itu, Richo Andi Wibowo, Dr. Yance Arizona, Beni Kurnia Illahi, Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Warkhatun Najidah juga terlibat dalam laporan tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

FOLLOW SOCMED:
FB & IG: TINTAHIJAUcom
IG & YT: TINTAHIJAUcom
E-mail: red.tintahijau@gmail.com