
SUBANG, TINTAHIJAU.com – Pulau Rempang, yang terletak di Kepulauan Riau, baru-baru ini menjadi sorotan nasional setelah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Indonesia menemukan sejumlah serius dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi dalam konflik lahan di sana. Konflik tersebut telah menyentuh berbagai aspek hak asasi manusia, mulai dari hak atas rasa aman dan bebas intimidasi hingga hak tempat tinggal layak.
Pelanggaran Hak Aman dan Bebas Intimidasi
Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, mengungkapkan bahwa dugaan pelanggaran hak atas rasa aman dan bebas intimidasi terjadi saat bentrokan antara petugas dan masyarakat setempat. Dalam situasi ini, petugas menggunakan gas air mata sebagai tindakan penegakan hukum. Uli menegaskan bahwa penggunaan gas air mata seharusnya merupakan opsi terakhir sesuai dengan Peraturan Kepolisian Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian.
“Pelanggaran hak atas rasa aman dan bebas intimidasi ini melibatkan penggunaan kekuatan berlebihan, dengan jumlah anggota aparat yang mencapai 100 orang dan penggunaan gas air mata yang tidak terukur, yang akhirnya menyebabkan korban,” ujar Uli dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM.
Hak Tempat Tinggal Layak
Selain itu, ditemukan juga dugaan pelanggaran hak tempat tinggal layak. Ini terkait dengan relokasi yang tidak memadai yang diberikan kepada warga yang terkena dampak konflik lahan. Hak perlindungan hukum juga dirasakan oleh delapan tersangka kerusuhan dalam mendapatkan bantuan hukum yang layak.
Uli menekankan bahwa dalam proses relokasi seharusnya menggunakan pendekatan dari bawah ke atas dengan mendengarkan aspirasi masyarakat. Namun, kenyataannya, proses relokasi dilakukan secara sepihak dari atas ke bawah, tanpa melibatkan partisipasi aktif masyarakat. Uli mencatat bahwa pihak Badan Pengusahaan Batam (BP Batam) tidak pernah mendengar aspirasi dari masyarakat selama proses ini.
Hak Perlindungan Anak dan Kesehatan
Selanjutnya, terdapat pelanggaran hak perlindungan anak, di mana siswa SDN 24 Galang dan SMP 22 Galang menjadi korban ketika kepolisian menggunakan gas air mata dalam peristiwa bentrokan pada 7 September 2023. Komnas HAM telah mengumpulkan bukti-bukti visual dan meminta keterangan saksi dari pihak sekolah terkait insiden ini.
Selain itu, terdapat pelanggaran hak atas kesehatan. Upaya pengosongan Puskesmas dan pembebasan tugas tenaga kesehatan di Pulau Rempang telah terdeteksi, meskipun perlu penelitian lebih lanjut untuk memahami implikasinya secara mendalam.
Pengaruh Buruk Terhadap Masyarakat Adat Melayu
Terakhir, ditemukan pelanggaran yang terkait dengan bisnis dan HAM. Proyek Strategis Nasional (PSN) yang berlokasi di Pulau Rempang dianggap telah berdampak sangat buruk bagi masyarakat, terutama masyarakat adat Melayu. Uli menegaskan perlunya tanggung jawab dari semua pihak dalam upaya perlindungan dan pemenuhan HAM dalam konteks konflik lahan ini.
Komnas HAM berkomitmen untuk menyelidiki lebih lanjut dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk menegakkan HAM dan memastikan bahwa korban mendapatkan keadilan. Konflik lahan di Pulau Rempang adalah contoh penting dari perlunya menjaga dan melindungi hak asasi manusia dalam semua konteks, terutama dalam proses pembangunan dan relokasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
FOLLOW SOCMED:
FB & IG: TINTAHIJAUcom
IG & YT: TINTAHIJAUcom
E-mail: red.tintahijau@gmail.com